Chapter 98: Bantuan dari Langit
Chapter 98: Bantuan dari Langit
Pisau itu dengan mudah menancap di dahi Riko. Si supir taksi itu menjadi panik melihat rekannya itu tergeletak mati di tanah.
Satu detik kemudian, sebuah pisau juga melayang ke arah dahinya.
Lima menit kemudian, semua preman itu sudah ditelanjangi Randika dan masih terkapar tidak sadarkan diri di tanah.
Randika, di lain sisi, membawa sejumlah uang tunai yang banyak kembali ke mobil dan menaruhnya di bagian belakang.
"Hahaha kita menjadi kaya mendadak." Randika tertawa puas.
Inggrid hanya menatapnya tanpa berkata-kata. Kenapa orang ini merampok mereka?
.........
Tidak lama kemudian, mereka tiba di kota Merak dengan bantuan para polisi. Setelah menceritakan segalanya sejenak di kantor polisi, mereka diantar ke hotel tempat mereka akan menginap.
Hotel Melati
"Permisi, aku sudah memesan kamar sebelumnya." Kata Inggrid pada resepsionis.
Setelah memeriksa pemesanan dari sistem, muka resepsionis sedikit pucat dan mengatakan. "Maafkan aku ibu, tetapi kamar Anda sudah ditempati."
"Apa?"
Inggrid terkejut sementara waktu dan menjadi marah. Hotel ini bukannya hotel bintang 5?
"Jadi seperti ini ibu, kami telah memeriksa nomor pemesanan ibu tetapi sistem kami mengalami double booking. Kami benar-benar minta maaf atas ketidaknyamanan Anda." Si manajer membantu menjelaskan keadaan yang dialami Inggrid sambil meminta maaf.
"Kalau begitu siapkan dua kamar pengganti." Kata Inggrid dengan nada yang masih marah.
Si manajer tidak bisa menyembunyikan wajah pucatnya. "Begini ibu, yang tersisa hanya 1 kamar untuk beberapa hari kedepan."
Kali ini Inggrid tidak berbicara sama sekali, dia hanya menoleh ke Randika.
Randika memalingkan wajahnya, pura-pura tidak menyadari tatapan Inggrid.
Ah! Vas bunga itu indah sekali!
"Kalau begitu baiklah." Inggrid menghela napas dalam-dalam.
Randika tersenyum puas di dalam hati. Langit ingin mereka meresmikan hubungan suami-istri mereka. Jangan pernah meragukan rencana yang di atas!
Mereka berdua dengan cepat pergi ke kamar mereka.
Ketika pintu kamar mereka terbuka, pemandangan mewah menyambut mereka. Bisa dikatakan bahwa kamar hotel bintang 5 benar-benar tidak mengecewakan. Lantai yang bersih mengkilap, mesin kopi yang canggih, kamar mandi yang luas dan pemandangan kota yang megah dari balik jendela, semua sepadan dengan uang yang dikeluarkan.
Ruangan mereka memiliki sebuah kasur yang besar dan sofa yang berada di bagian samping.
"Wow! Kasurnya besar sekali!"
Dalam sekejap Randika sudah meloncat ke kasur dan karena keempukannya, Randika tidak bisa berhenti melompat-lompat.
"Ayo sayang, sini rebahan di sampingku." Kata Randika sambil menepuk-nepuk kasurnya.
Inggrid tersipu malu untuk sesaat. Ruangannya hanya memiliki satu kasur dan dia harus membaginya dengan pria mesum ini?
Kita hanya pura-pura menikah, bagaimana mungkin dirinya akan tidur bersama orang ini?
"Kita tidak akan tidur sekasur." Kata Inggrid pada Randika dengan wajah serius.
"Ayolah, kenapa kau malu-malu gitu coba?" Randika lalu berdiri sambil tersenyum. "Kau dan aku adalah suami istri, bagaimana mungkin kita akan tidur terpisah? Dan bukankah kasur ini sangat besar?"
"Sayang, kau pasti akan kesepian di kasur sebesar ini. Lagipula tidak akan terjadi apa-apa kok kalau kita tidur satu kasur." Randika mengedipkan matanya.
"Aku mau mandi." Inggrid memalingkan wajahnya, dia tidak mau berdebat dengan Randika.
Randika tertawa melihatnya. Kau mungkin bisa kabur dari kejaran satpam saat kau masih bersekolah, tapi kau tidak akan bisa lepas dariku! Setelah kau mandi, kau kira aku akan melupakan masalah ini? Sementara ini, aku akan membiarkanmu bersembunyi di kamar mandi.
Sepuluh menit kemudian, Inggrid keluar dari kamar mandi. Ketika dia hendak mengambil sesuatu di kopernya, Randika sudah tiduran di kasur dengan pose miring dan satu tangannya menopang kepalanya.
Inggrid terkejut dan bertanya pada Randika. "Apa yang sedang kau lakukan?"
"Kemarilah dan tidur bersamaku." Kata Randika sambil menepuk-nepuk kasur yang luas itu.
"Mimpi!" Inggrid berpaling dan kembali menuju kamar mandi.
"Aku tidak akan membiarkanmu kabur begitu saja!" Tiba-tiba dari belakang Randika menggendong Inggrid dan membawanya ke kasur.
"Sayang, kamu mau teriak sekeras apa pun tidak akan ada yang mengganggu kita." Bisik Randika di telinganya.
Pria ini memang bajingan, pikir Inggrid. Ketika dia berusaha melepaskan diri, dari kamar sampingnya terdengar suara wanita yang seperti berteriak. Apabila didengarkan dengan baik, teriakan itu seperti desahan orang yang melakukan hubungan badan.
Randika dan Inggrid terkejut dan terdiam. Mereka hanya saling menatap satu sama lain.
Tembok hotel ini ternyata setipis itu? Lagipula perempuan di kamar samping mereka mendesah dengan sangat keras, sepertinya dia sudah lama tidak melakukannya.
Mendengar suara itu, Inggrid hanya tersipu malu.
Sesaat kemudian, Randika berkata sambil tersenyum. "Sayang, apa kau ingin mendesah nikmat seperti itu?"
"Jangan sekali-kali kau memiliki pemikiran seperti itu!" Inggrid tersipu malu dan memalingkan wajahnya.
"Sayang, kita tidak punya kegiatan untuk membunuh waktu. Lagipula kita juga punya kasur besar ini." Randika berusaha membuka pertahanan Inggrid. "Apakah kau tidak ingin bermanja di pelukan suamimu? Atau kau lebih suka mendengar pasangan sebelah yang sedang bermain itu?"
"Siapa yang menyuruhmu untuk tidur di kasur hari ini?" Inggrid berkata dengan nada dingin. "Hari ini kau akan tidur di sofa. Tidak. Orang sepertimu cocok tidur di lantai!"
"Ah?" Randika terlihat bingung. Kenapa istrinya tiba-tiba menjadi galak seperti itu?
"Jadi kau ingin turun dari kasur ini sendiri atau perlu aku menendangmu?" Inggrid berkata demikian dengan wajah yang datar.
"Baiklah kalau kau tidak mau melakukannya." Randika segera berdiri. Namun, tiba-tiba Randika terjatuh dan mengerang kesakitan.
Inggrid yang melihatnya menjadi marah besar. "Kau memang lelaki kurang ajar!"
Randika terkejut ketika mendengarnya, bukankah ini saatnya Inggrid berusaha menyelamatkannya?
"Jangan pura-pura seperti itu." Inggrid berkata dengan nada dingin. "Terakhir kali kau pura-pura sakit, kau malah menyerangku sesaat kemudian. Aku tidak akan tertipu kali ini!"
Randika lalu berdiri dengan wajah kecewa, istrinya benar-benar menjadi pintar.
"Kalau begitu, kamu tidak mau makan?" Randika sudah memencet telepon dan siap memesan makan.
"Makanlah duluan, aku masih punya banyak urusan." Inggrid membuka laptopnya dan memeriksa kembali pekerjaannya. Setelah beberapa saat, dia menyadari ada sebuah nama di dokumennya.
Yosua
"Ran, kau ingat nama yang disebut sama si supir taksi tadi?" Inggrid menoleh ke arah Randika.
"Ha? Yang mana?"
"Orang yang paling berkuasa di kota Merak, bukankah dia bilang nama orang itu Yosua?"
Randika terkejut, apakah istrinya tertarik sama orang lain? "Kenapa kau tiba-tiba menanyakannya?"
"Karena orang yang aku temui besok bernama Yosua." Inggrid mengerutkan dahinya.
Inggrid mulai menganalisa keanehan di dalam kontrak kerja kali ini. Surat kontrak ini dibuat oleh perusahaan Yosua dan isinya lebih menguntungkan Inggrid. Pebisnis macam apa yang melakukan kesalahan seperti itu? Terlebih lagi, kenapa dirinya yang harus menandatangani surat kontrak ini secara langsung?
"Hahaha." Randika tertawa dan menghampiri Inggrid. Dia lalu memijat pundak istrinya dan mengatakan. "Sayang, kau tidak perlu takut sama orang macam itu. Kalau dia macam-macam, suamimu ini akan menghajarnya."
"Jangan khawatir, tidak akan ada yang bisa melukaimu." Randika berkata dengan nada tulus.
Tidak disangka, Inggrid menatap Randika sambil tersenyum.
Melihat senyuman manis Inggrid ini, Randika membeku dan kemudian bertanya sambil tersenyum. "Kalau begitu, apakah kita akan segera tidur?"
"Kau tidak akan tidur denganku." Inggrid dengan cepat memalingkan wajahnya.
Cih, belum luluh juga ternyata!
Randika lalu dengan murung kembali ke kasur. "Padahal aku sudah menantikan malam yang menggairahkan denganmu."
Detik berikutnya, Randika tertendang dari tempat tidur dan terjatuh.
THIS CHAPTER UPLOAD FIRST AT NOVELBIN.COM