Chapter 16: Bolehkah Aku Mengambil Alat Makanku yang Jatuh?
Chapter 16: Bolehkah Aku Mengambil Alat Makanku yang Jatuh?
Randika terlihat sibuk dengan pembuatan ramuan X ini. Meskipun dia sudah mendelegasikan langkah-langkah pengerjaannya menjadi beberapa kelompok, semua proses masih membutuhkan pengawasan dan persetujuan darinya. Ketika dia masih sibuk menjelaskan, pintu ruangannya terbuka.
Ternyata itu adalah Inggrid yang sedang mencari dirinya.
"Randika, ini aku menemukan orang baru yang pernah mempelajari ilmu farmasi. Aku akan mengenalkannya padamu." Kata Inggrid.
Di saat Randika ingin menggoda istrinya itu, matanya terpaku pada seorang perempuan berdada besar yang ada di belakang istrinya. Dia berdiri diam ketika mengetahui siapa orang itu.
Viona, yang berada di belakang Inggrid, juga kaget ketika melihat sosok Randika. Bukankah pria ini adalah pria yang menolongnya sebelumnya di taman?
Melihat tatapan mata Randika membuat Viona tersipu malu.
Hari ini Viona tidak memakai baju seterbuka kemarin. Dia memakai kemeja putih lengan pendek dengan rok biru. Tangan serta kakinya yang putih mulus itu masih dapat terlihat. Nampaknya rambutnya sudah dia cat kembali menjadi hitam. Wajahnya saat di taman yang terlihat muda itu dibalut dengan riasan ringan. Mulutnya masih sama mungilnya dengan kemarin dan terlihat seakan ingin mengatakan sesuatu tapi dia pendam.
Viona masih tidak habis pikir, takdir macam apa ini? Bisa-bisanya pria ini yang menjadi atasannya? Dia nampak gelisah dan memegangi roknya dengan erat.
Randika di lain sisi malah tersenyum lebar. Benar-benar suatu kebetulan bisa bertemu dengannya lagi.
"Hmmm? Kenapa?" Inggrid merasakan suasana yang canggung ini. Dia kemudian memperhatikan wajah kedua orang itu, "Apakah kalian saling kenal?"
"Aku baru mengenalnya kemarin." Kata Randika sambil tersenyum. "Dia sedang memancing dan aku membantunya mendapatkan ikan."
Mendengar respon si Randika, Viona pun menambahkan, "Benar Bu Inggrid, kemarin beliau telah membantu banyak diriku."
"Baiklah kalau begitu, dengan ini kita bisa menghemat waktu." Kata Inggrid. "Kalau begitu aku pergi duluan dan bekerjalah dengan baik."
Melihat Inggrid yang sudah meninggalkan ruangan, Viona mengumpulkan keberaniannya dan mengatakan, "Benar-benar suatu kebetulan!"
"Benar-benar suatu kebetulan!"
Keduanya mengatakan hal tersebut secara bersamaan, kemudian mereka tertawa bersama.
Viona mulai merasa dirinya sudah tidak terlalu malu lagi. Dia lalu mengatakan, "Aku merasa kemarin belum berterima kasih secara sopan. Aku berniat meneleponmu nanti malam, ternyata kita malah bertemu di sini sekarang."
"Jadi kita memang ditakdirkan bersama." Kata Randika sambil berkedip. "Kita ditakdirkan bersama meskipun jarak memisahkan dan akhirnya kita dipertemukan kembali. Bisa dilihat bagaimana alam ingin kita bersama?"
Viona mengangguk keras. "Sebenarnya untuk menyampaikan rasa terima kasihku, aku ingin mengajakmu makan malam." Setelah mengatakan hal ini, Viona menatap Randika sambil ragu-ragu.
Randika memperhatikan tatapan mata Viona yang menawan dan berkata dengan senyuman lebar, "Kamu ingin mengajakku makan malam? Bagaimana kalau sekarang? Aku sudah lapar dan malam masih lama."
"Baiklah!" Viona tampak bahagia lalu wajahnya tiba-tiba menjadi suram dan dia mengatakan, "Tapi bagaimana dengan pekerjaan?"
"Tidak apa-apa." Kata Randika. "Aku yang berkuasa di sini jadi tidak akan ada yang berani membantahku. Kamu cukup menuruti perkataanku."
Viona yang pundaknya tiba-tiba dirangkul itu merasa malu dan wajahnya memerah. Mereka berdua akhirnya pergi makan siang.
....
-Restoran-
Randika dan Viona tampak berbincang-bincang sambil menunggu makanan mereka tiba. Mereka duduk saling berhadap-hadapan.
"Viona kenapa kau memilih untuk bekerja di perusahaan ini?" Tanya Randika. "Kalau tidak salah lihat, di laporanmu bukannya kamu adalah ahli parfum?"
Viona tersenyum manis, "Karena aku suka parfum dan alat-alat kosmetik lainnya. Aku memiliki hobi untuk mengoleksi segala macam parfum."
Randika mengangguk dan mulai memakan makanannya yang baru saja tiba. Sambil mengecap, dia mengatakan "Aku tidak menyangka bahwa kau akan dipindahkan ke divisiku."
"Aku juga tidak menyangka Bu Inggrid akan memindahkanku ke divisimu."
"Oh? Apakah kamu menyesal tidak bisa bekerja sesuai hobimu?"
"Ah maksudku bukan begitu." Kata Viona dengan cepat, "Aku hanya tidak menyangka saja bahwa kau tiba-tiba menjadi atasanku, tetapi setelah mengetahuinya aku merasa lega."
"Oh? Lega kenapa?" Senyum nakal mulai terlihat di wajah Randika.
Melihat senyuman nakal ini membuat Viona tersipu malu. Apakah kurang jelas kenapa dia merasa lega? Bagaimana mungkin dia bisa mengatakannya!
Melihat Viona yang malu-malu membuat Randika tersenyum lebar. Dia pun mengatakan, "Viona kamu mengerti mengapa aku memiliki ruangan laboratorium sendiri?"
Viona menggelengkan kepalanya.
"Karena aku adalah ahli parfum terbaik di perusahaan." Kata Randika dengan muka serius. "Aku adalah andalan perusahaan Cendrawasih dalam membuat produk parfum terbaru, oleh karena itu aku dibuatkan ruangan tersendiri."
"Benarkah?" Mata Viona tampak berbinar-binar.
"Tentu saja!" Randika mungkin tidak sadar bahwa dirinya yang sekarang bagaikan serigala yang sedang menipu domba. Jika ada orang yang berani mengatakan hal ini kepadanya, mungkin dia akan menamparnya dan menyuruhnya diam karena mangsanya sebentar lagi akan berhasil dia terkam.
"Jadi Viona, aku bisa mengajarimu secara privat mengenai pekerjaanmu ini." Lanjut Randika dengan senyuman liciknya. "Aku bisa membuatmu menjadi orang terkenal di dunia parfum."
Ketika mendengar hal ini, Viona terlihat bersemangat dan alisnya sedikit bergetar.
"Kemarilah ke sisiku." Randika meraih tangan Viona. Dia lalu tersenyum dan mengatakan, "Aroma yang kau pancarkan wangi sekali, bolehkan aku menciumnya?"
Ketika tangannya ditarik oleh Randika, Viona merasa hatinya bergetar dan membiarkan tangannya dicium.
Tangan ini terasa lembut. Randika mengelus-elus terlebih dahulu tangan itu kemudian mencium tangan tersebut untuk mengetahui parfum apa yang dia pakai.
Viona hanya terdiam ketika Randika mencium tangannya. Kemudian tak lama Randika mengangkat kepalanya dan mengatakan, "Hmmm Kurasa tanganmu saja tidak cukup bagiku untuk menentukan parfum apa ini, bolehkah aku mendekatimu agar baunya bisa tercium lebih jelas?"
Viona yang mendengar hal ini semakin tersipu malu. Wajahnya benar-benar merah. Dia mengetahui bahwa Randika sedang aji mumpung terhadap dirinya, tapi entah kenapa dia tidak bisa menolak pesona orang ini dan hanya bisa terpana ketika melihatnya.
Viona akhirnya hanya menundukan kepalanya, tidak tahu harus berkata apa. Randika yang melihat hal ini langsung tersenyum nakal. "Viona, jika kau tidak berkata apa-apa aku akan anggap kau mengijinkanku."
Randika segera berdiri dan duduk di samping Viona. Viona sama sekali tidak berbicara dan hanya menundukan kepalanya.
Randika lalu mengatakan, "Mendekatlah, biarkan aku mencium parfum apa yang sedang kau pakai." Setelah mengatakan hal ini, Randika sudah berada di dekat wajah Viona. Dia mencium aroma sesuatu yang wangi.
"Wangi!"
Wangi parfum dan wangi dari seorang gadis yang masih suci membuat Randika tersenyum lebar dan menyukai bau tersebut.
"Apakah Kau mencium sesuatu?" Suara Viona terdengar sangat kecil.
"Tentu saja! Itu sangat harum." Kata Randika sambil tersenyum.
Viona kemudian mengangkat kepalanya dan menatap mata Randika. "Aroma apa yang kau cium?"
"Burberry. [1]"
Dalam sekejap wajah Viona kembali memerah. Kemudian Randika meraih tangannya kembali.
Viona menatap wajah Randika yang terlihat sangat serius. "Viona, kau adalah wanita yang sangat cantik."
"Hmmm terima kasih." Ketika tangannya kembali ditarik oleh Randika, dia berusaha untuk melepasnya namun gagal.
Melihat hal ini, Randika segera melepas tangannya dan duduk kembali ke tempatnya. "Cepatlah makan makananmu, kita akan lanjutkan ini nanti."
Ketika melihat sosok Randika yang menjauh, Viona merasa lega sekaligus kecewa seakan-akan dia ingin melanjutkan hal tersebut.
"Baiklah." Viona kemudian mengambil sendok dan garpunya. Ketika Randika juga ingin mengambil alat makannya, sendoknya terjatuh.
Randika kemudian meminta maaf dan membungkuk untuk mengambilnya. Dia memanfaatkan hal ini untuk mencuri-curi kesempatan untuk mengintip. Namun apa yang dilihatnya membuatnya benar-benar tidak bisa berkata apa-apa.
Di saat dia ingin mengintip warna celana dalam apa yang dipakai oleh Viona ternyata dia disambut sebuah bibir berwarna merah muda. Ia begitu kecil dan rapat, terlihat sedikit basah.
Viona tidak memakai dalaman!
Randika merasa bahwa matanya telah menipu dirinya dan kepalanya mulai pusing.
Viona penasaran kenapa Randika mengambil alat makannya yang jatuh itu tidak balik-balik. Dia tiba-tiba terpikirkan kejadian pagi hari ini, seketika itu juga dia ingin berteriak tetapi akhirnya hanya menunduk malu sambil menutup rapat-rapat kakinya. Pagi hari ini dia terlambat bangun dan terburu-buru ketika dia berangkat menuju kantor, oleh karena itu dia lupa memakai dalaman. Dia hanya berdoa bahwa Randika alias atasannya ini tidak melihat apa-apa ketika dia ada di bawah meja.
Ketika Randika kembali duduk di tempatnya, Viona hanya bisa menundukkan kepalanya. Dia tidak berani menatap langsung mata Randika. Tetapi dia merasa bahwa hatinya mengepal ketika tatapan mata Randika yang penuh makna melihatnya.
Randika pun berusaha menenangkan nafsu birahi yang mulai naik dan melanjutkan makannya. Dia dalam hati berpikir, Randika tenanglah, kau adalah Ares sang Dewa Perang bukan lelaki mesum jadi tenangkanlah dirimu.
Selama beberapa saat suasana makan siang ini berlangsung canggung. Randika berusaha menenangkan dirinya sedangkan Viona hanya menundukkan kepalanya sambil menahan malu dan menutup erat kakinya.
Hanya ada keheningan pada saat ini.
"Viona!" Pada saat ini Randika memecah keheningan. Viona kemudian mengangkat kepalanya dan melihat senyuman di wajah Randika, seketika itu hatinya mengepal.
"Bolehkah aku mengambil kembali alat makanku yang jatuh?" Tanyanya sambil tersenyum.
"Tidak!" Viona segera tersipu malu dan mengatakan ketidaksetujuannya dengan suara yang bergetar. Hatinya yang awalnya sudah tenang sedikit kembali berdegup kencang.
Dia melihatnya, dia pasti melihatnya!
Viona merasa sangat malu dan Randika sangat senang melihat tingkah laku Viona yang kebingungan ini sehingga dia ingin kembali menggodanya.
Menggenggam tangan Viona, Randika kembali tersenyum dan mengatakan, "Viona tenang saja, aku tidak lihat apa-apa kok."
"Hentikan berbicara bohong seperti itu, aku tidak akan takluk oleh kata-katamu yang manis itu." Viona benar-benar ingin mengubur dirinya dalam-dalam dan berteriak.
Randika kemudian duduk di samping Viona dan membelai rambutnya. "Maafkan aku, aku tidak bermaksud seperti itu. Kalau kau marah, aku mempersilahkanmu untuk menampar diriku ini."
"Tidak usah." Viona segera menolaknya.
Setelah beberapa saat, Viona kembali menatap Randika. Randika pun membalasnya dengan senyuman dan melihat bahwa seluruh muka Viona benar-benar merah.
"Jangan beritahu siapa-siapa tentang hal ini." Kata Viona dengan suara yang pelan.
"Jangan khawatir, aku tidak akan membagi kebahagiaan ini dengan siapapun." Kata Randika sambil menyeringai.
"Apa maksudmu!" Viona kembali tersipu malu.
"Hahaha.. Ayo cepat selesaikan makanmu, kita harus segera kembali." Kata Randika.
Di saat mereka ingin menyelesaikan makan mereka, terdengar kegaduhan dari samping serta suara piring dan gelas yang pecah bersamaan.
"Tolong! Ada orang yang sedang menyandera!"
Sebuah teriakan minta tolong muncul dan membuat seluruh restoran menjadi panik.
[1] merek parfum mahal dari Inggris
THIS CHAPTER UPLOAD FIRST AT NOVELBIN.COM